Pages

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang (1974-1996)



Semakin berkembangnya industri akan menuntut penyediaan energi yang besar terhadap suplai kebutuhan industri tersebut.

Pembangkit tenaga listrik merupakan salah satu penyedia yang memiliki kontribusi yang sangat penting di antara penunjang-penunjang energi lain.

Energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif pengganti sumber
energi fosil yang diperkirakan dapat mengakibatkan kandungannya akan habis bila dikonsumsi terus-menerus karena energi fosil tidak dapat diperbaharuhi.

Selain itu, biaya produksi energi panas bumi lebih ekonomis jika dibandingkan dengan biaya produksi energi fosil seperti minyak bumi dan batubara.

Potensi sumber daya energi panas bumi di Kabupaten Bandung dapat dikatakan sangat melimpah karena secara geografis struktur daerah Kabupaten Bandung dikelilingi oleh gunung api yang masih aktif.

Energi panas bumi yang ada di Kabupaten Bandung, salah satunya berada di Kamojang.

Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari peran kaum penjajah, terutama Pemerintah Hindia Belanda yang telah meletakkan dasar berkembangnya pengeboran energi panas bumi tersebut.

Pengeboran panas bumi di Kamojang sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sumber energi panas bumi Kamojang merupakan sumber energi panas bumi yang pertama diteliti di Indonesia.

Ide awal eksplorasi panas bumi di Kamojang dicetuskan oleh seorang ilmuan dari Belanda yang bernama J.B. van Dijk pada tahun 1918. Akan tetapi, usulan tersebut tidak langsung dilaksanakan, karena banyak kendala dan pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda.

Pada 1925 ide untuk mengeksplorasi sumber panas bumi di Kamojang dicetuskan kembali oleh N.J.M. Taverne setelah melihat hasil-hasil yang nyata pemanfaatan panas bumi yang dikembangkan di Italia dan di California (Djayadi, 1974:19).

Kemudian, pemerintah Hindia Belanda merealisasikannya dengan membentuk perusahaan yang bernama The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey.

Perusahaan ini berhasil melakukan pengeboran 5 sumur dari tahun 1925 sampai 1928.

Setelah pertengahan tahun 1928 pengoboran oleh The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey berhenti karena keadaan finansial pemerintah kolonial Belanda tidak memadai untuk melakukan pengembangan pengeboran lebih lanjut.

Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta berkembangnya sektor Industri secara signifikan, menyebabkan kebutuha pasokan listrik meningkat pula.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut adalah mengadakan kerjasama dengan Selandia Baru yang tertuang dalam colombo plant pada tahun 1974.

Pengembangan PLTP kamojang dilakukan melalui dua tahapan yaitu, tahap pertama adalah membangun PLTP unit satu yang berkapasitas 30 MW diresmikan pada tahun 1983, Pada tahap kedua dan ketiga membangun PLTP unit 2 dan unit 3 yang masing-masing berkapasitas 55 MW yang diresmikan pada tahun 1988.

Beberapa alasan utama penulis melakukan penelitian ini ialah karena PLTP Kamojang merupakan sumber energi panas bumi pertama yang dikembangkan oleh pemerintah Hidia Belanda di Indonesia (The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey).

Hasil dari penelitian tersebut merupakan cikal bakal terjunnya Pertamina dalam pengeboran di Kamojang.

Alasan lain ketertarikan penulis terhadap penelitian ini karena panas bumi merupakan energi alternatif pengganti energi.

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah perkembangan panas bumi di Kamojang.

Untuk memudahkan penulisan, ada beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan tema yang dibahas.

Hal tersebut melahirkan sebuah perumusan masalah sebagai berikut:

1.   Apa yang melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang?

2.   Bagaimana perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang (1974-1996)?


3.   Sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang?

4.   Bagaimana peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang?

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam penulisan karya sejarah.

Selain itu, dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca tentang bagaimana sejarah perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang Kabupaten Bandung.

Penelitian ini juga bertujuan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1.   Menjelaskan apa melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang.

2.   Menguraikan perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi(PLTP) Kamojang (1974-1996).


3.   Mengetahui sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang.

4.   Mengetahui peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang.

Dalam setiap penelitian tentu menggunakan metode yang merupakan prosedur umum dalam melakukan sebuah penelitian.

Penulis menggunakan metode sejarah sebagai patokan dalam menulis suatu karya sejarah yang bersifat kronologis.

Metode sejarah terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap heuristik atau pengumpulan data, tahap kritik, tahap interpretasi atau penafsiran, dan terakhir adalah tahapan historiografi (Herlina, 2008:15).

Pada masa sekarang ini, kajian mengenai sejarah perindustrian semakin banyak diangkat untuk dikaji, salah satunya sejarah perindustrian yang ditinjau dari masalah perusahaannya.

Namun memfokuskan kajian pada permasalahan pengeboran panas bumi di Kamojang yang lebih terfokus pada masalah mengenai faktor-faktor produksi yang bergerak didalamnya, belum ada yang membahas.

Kurangnya pembahasan mengenai panas bumi Kamojang bisa dilihat dari
tersedianya beberapa sumber yang membahas tentang pengeboran panas bumi, namun belum ada yang benar-benar terfokus pada permasalahan mengenai fakta produksi yang bergerak dalam pengeboran panas bumi itu sendiri.

Dalam penulisan dan pembahasan skipsi ini, penulis menggunakan sumber-sumber primer yang berupa koran-koran, wawancara yang berkaitan dengan judul skripsi ini sebagai acuan utama dalam penulisan.

Selain itu, penulis juga menggunakan sumber-sumber yang berupa buku sebagai acuan utama dalam penulisan.

Corak atau model dari penelitian sejarah tidak hanya memfokuskan pada
sejarah yang bersifat menceritakan suatu kejadian atau peristiwa namun lebih kepada menerangkan suatu kejadian atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga disebut sebagai analisis sejarah.

Langkah yang sangat penting dalam membuat suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut. (Kartodijrdo, 1993 : 2)

Kerangka pemikiran teoretis diperlukan dalam suatu penulisan sejarah modern yang membutuhkan analisis untuk menjelaskan stuktur suatu masalah.

Penulis juga menyadari pentingnya hal tersebut oleh karena itu dalam sub bab kerangka pemikiran teoritis ini, penulis menampilkan konsep mengenai perusahaan.

Menurut Pandojo dalam Pengantar Ekonomi Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan merupakan suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk masyarakat dengan motif keuntungan (Pandojo, 1986: 3).

Selain bertujuan agar mendapatkan keuntungan, perusahaan juga mempunyai tujuan lain seperti perkembangan, pretise, servis, dan juga diterimanya lembaga perusahaan tersebut dalam kehidupan.

Oleh karena itulah dalam pembuatan suatu perusahaan harus diterima dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dalam pembentukan suatu perusahaan diperlukan suatu sumber-sumber ekonomi diantaranya adalah : alam, manusia, modal, ilmu pengetahuan, sosial dan budaya.

Sumber ekonomi biasa juga disebut dengan faktor produksi yang secara
spesifik diantaranya meliputi : modal, sumber produksi dan manajemen.

Organisasi penulisan skripsi ini disusun secara kronologis dan sistematis
serta berdasarkan kepada syarat penulisan yang diakronis.

Organisasi penulisan ini terdiri dari empat bab pembahasan yang dikomposisikan dengan sub-bab pembahasan disetiap babnya.

Pada bab pertama terdapat pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran teoretis, dan organisasi penulisan.

Bab pertama ini berguna sebagai landasan awal untuk memahami substansi pada bab-bab berikutnya sekaligus sebagai pengantar untuk memahami skripsi ini.

Bab II menguraikan letak geografis dan penduduk sekitar Kamojang.

Bab III membahas mengenai berdirinya pembangkit listrik tenaga panas bumi(1974-1983). Tahun 1974 merupakan awal pengeksplorasian yang dilakukan pertamina, sedangkan tahun 1983 dijadikan sebagai peresmian pembuatan PLTP yang berkapasitas 30 MW.

Uraian dari bab ini dibagi kedalam sub-bab yang terdiri dari enam sub-bab yang meliputi eksplorasi, sumber produksi, modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen.

Bab IV menjelaskan tentang perkembangan produksi pembangkit listrik panas bumi di Kamojang (1983-1996). Dalam bab ini diuraikan menjadi lima subbab yang meliputi sumber produksi,modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen.

Tahun 1983 dijadikan awal untuk melanjutkan pengembangan panas bumi di kamojang menjadi 110 MW, sedangkan tahun 1996 dijadikan akhir pembahasan dikarenakan adanya pengembangan perusahaan dari bentuk awalnya menyatu dalam menajemen Pertamina secara keseluruhan menjadi milik Perusahaan Listrik Negara.

Bab V menguraikan hasil analisis dan interpretasi penulis terhadap pengeboran panas bumi di Kamojang dari tahun 1974 hingga 1996 yang dijelaskan dalam bab simpulan.

Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis juga mencantumkan daftar pustaka yang bertujuan untuk menguji dan membuktikan bahwa sumber-sumber yang dicantumkan mempunyai keterkaitan dan mendukung dari keakuratan data menjadi fakta sejarah.

Kamojang merupakan nama lain dari Kampung Pangkalan. Pangkalan dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari kata mojang cantik.

Konon katanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu tersohor di tatar Sunda.

Secara geografis wilayah PLTP Kamojang terletak di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada koordinat 07000’12’’–07006’57’’ Lintang Selatan (LS) dan 107031’35’’–107053’50’’ Bujur Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363 km2.

Secara administrasi pemerintahan, kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua wilayah, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa Randukurung, Kecamatan Samarang (Kabupaten Garut).

Kebijakan pemerintah terhadap kawasan Kamojang dibagi menjadi dua bagian pelaksana karena kawasan Kamojang terletak di daerah perbatasan antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut.

Pemerintah Kabupaten Bandung berfungsi sebagai fasilitator, dalam arti memberikan fasilitas yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan, seperti dalam hal investasi di bidang pariwisata dan peningkatan kedatangan wisatawan.

Kebijakan pemerintah mengenai pajak pendapatan wisata alam TWA Kawah Kamojang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung.

Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak mempunyai kebijakan secara langsung dalam pengelolaan dan pengembangan TWA Kawah Kamojang karena secara administrasi blok pemanfaatan TWA Kawah Kamojang berada di Kabupaten Bandung.

Hanya saja, Pemerintah Daerah Kebupaten Garut mempunyai kebijakan secara tidak langsung dalam mendukung pengembangan TWA Kawah Kamojang, yaitu dengan membangun sarana dan prasarana di jalur ke arah TWA Kawah Kamojang seperti pembangunan hotel atau penginapan, oleh karena itu orang-orang berpikiran bahwa daerah kamojang masuk ke dalam wilayah administratif Garut serta didukung oleh akses jalan dan sarana transportasi untuk menuju Kamojang lebih mudah dicapai melalui Garut.

Kebijakan terhadap pengembangan panas bumi Kamojang terbagi menjadi dua yaitu, Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang dan PT. Indonesia Power.

Kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai kewenangan dan kebijakan secara langsung berhubungan dengan pengembangan dan pengelolaan TWA Kawah Kamojang karena pengelolaan wisata alam TWA Kawah Kamojang diserahkan pengusahaannya kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Selatan) dan pengelola kawasannya oleh BKSDA Jawa Barat II.

Kawah Kamojang merupakan salah satu dari empat sumber geothermal yang sudah dieksploitasi di Jawa Barat. Jika dilihat dari gunung Guntur, Kamojang merupakan bagian dari suatu kelompok gunung yang terdapat di tiga daerah dataran tinggi.

Gagasan awal untuk membuka lapangan panas bumi di Kamojang dikemukakan oleh J.B. van Dijk kepada Pemerintahan Hindia Belanda pada 1918.

Usulan J.B. van Dijk itu tidak langsung dilaksanakan, karena banyak kalangan yang meragukan keberhasilan proyek tersebut.

Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh B.G. Escher. Menurut pendapat B.G. Escher, letak gunung api sangat jauh dari pusat perkotaan atau industri, letak gunung api yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi panas bumi,

Pada tahun 1925 N.J.M. Taverne mengemukakan saran-saran baru untuk pendayagunaan kekuatan volkanik. Hal ini didasarkan atas hasil-hasil yang nyata di Italia dan di California.

Pengeboranpun mulai dilakukan pada tahun 1925 sampai 1928 dengan melakukan pengeboran sebanyak 5 sumur, akan tetapi hanya sumur 3 yang menghasilkan panas bumi dan dapat dimanfaatkan.

Akan tetapi pengeboran sumur tersebut berhenti dilakukan oleh pemerintah Belanda dikarenakan pada saat itu pemerintah Belanda sedang terkena krisis ekonomi yang diakibatkan perang dan korupsi.

Penelitianpun dilanjutkan kembali pada tahun 1971 sampai tahun 1978, kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Selandia Baru, mengadakan proyek kerjasama penelitian studi kelayakan potensi panas bumi di Indonesia.

Kerjasama tersebut tertuang dalam Colombo Plan Technical Aidprogram yang di lakukan oleh Selandia Baru Geothermal Project dan Geological survey of Indonesia (GSI).

Salah satu daerah penelitiannya adalah kawasan panas bumi Kamojang. Tidak hanya mengirimkan para ahli geothermal saja, pemerintah Selandia Baru pun memberikan dana yang diperlukan untuk melakukan eksplorasi ini.

Pemerintah Selandia Baru memberikan 24 juta dolar dari 34 juta dolar yang diperlukan, sedangkan untuk sisanya sebanyak 10 juta dolar didapat dari pemerintah Indonesia.

Dana itu dipakai untuk pengeboran 5 sumur penyidikan, 10 sumur produksi dan membangun 1 stasiun monoblok dengan kapasitas 0,5 MW, yang diresmikan oleh Mentri Enegi Prof. Dr. Subroto pada tanggal 27 November 1978.

Monoblok inilah yang dijadikan langkah untuk pengembangan pemanfaatan panas bumi untuk selanjutnya.

Seiring dengan perkembangan penelitian panas bumi maka pemerintah menunjuk Pertamina untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi panas bumi.

Dalam hal ini Pertamina membentuk Divisi Geothermal berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974 meskipun dengan wilayah kerja yang masih terbatas yaitu pulau Jawa saja.

Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai, maka penelitian dan pengembangan potensi panas bumi di kamojang dilakukan oleh Pertamina.

Tahap pertama Pertamina melakukan pengeboran sumur untuk pemenuhan suplai panas bumi, sehingga akhirnya menggerakkan seluruh komponen yang berada di stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sampai menghasilkan listrik.

Pangeboran pertama dilakukan pada tahun 1976 dengan melakukan pengeboran sumur Kamojang 11, pengeboranpun dilakukan terus sampai akhirnya setelah melakukan 10 pengeboran sumur dan dirasakan cukup untuk suplai uap maka pemerintah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang yang menghabiskan Rp. 17,47 milyar itu tanggal 29 Januari 1983, sementara biaya dalam pendistribusiannya Pertamina membangunan power plant, jaringan transmisi dan semua gardu induk sebesar Rp.11.251.558.000,00. Ke daerah sekitar Kabupaten Bandung dan Garut.

Pengeboranpun terus dilanjutkan untuk perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang, yang mana perencanaanya itu akan dibangun unit II dan III yang berkapasitas masing-masing 55 MW dan diresmikan pada tahun 1988 oleh Presiden Soeharto, biaya dikeluarkan dalam pengeboran satu sumur eksplorasi dan sumur produksi masing-masing sebesar $ 2,540.000 dan US $ 1,400.000.

Dalam kurun waktu tahun 1974-1992 telah berhasil melakukan pengeboran 52 sumur yang mana sumur yang menghasilkan uap disambungkan ke setiap masing-masing stasiun PLTP.

Kehadiran industri besar PLTP Kamojang di perbatasan kecamatan Ibun Kab.Bandung dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) 1974, telah mengakibatkan munculnya berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat.

Dampak yang disebabkan oleh keberadaan PLTP tersebut ada yang positif maupun negatif.

Oleh sebab itu, peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mengontrol jalannya usaha pengeboran tersebut.

Sebagai suatu perusahaan industri besar, kehadiran PLTP Kamojang telah menyebabkan pesatnya angka pertumbuhan bagi tenaga pencari kerja untuk wilayah kedua kecamatan tersebut dan sekitarnya.

Pada awalnya, perekrutan pekerja PLTP Kamojang mengambil tenaga kerjanya berasal dari luar daerah sekitar. Hal ini disebabkan orang-orang daerah setempat tidak mempunyai keahlian dalam teknologi panas bumi.

Bahkan PLTP Kamojang mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari luar negeri untuk menduduki posisi yang penting. Setelah mencapai tahap perkembangan PLTP Kamojang, mereka memberi kesempatan luas bagi tenaga kerja putra daerah, yang ingin bekerja di PLTP Kamojang.

Akan tetapi hal tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman si pencari kerja serta lowongan pekerjaan yang tersedia.Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kecemburuan sosial di daerah tersebut.

Khusus untuk tenaga kerja asing, PLTP Kamojang sejak dini telah berusaha meminimalisasikan jumlah dan memproritaskan tenaga-tenaga kerja yang berasal dari Indonesia.

Usaha untuk mengatasi masalah tenaga pencari kerja putra daerah yang belum ditempatkan, PLTP Kamojang dibawah Pertamina antara lain mengutamakan mereka untuk belajar ke luar daerah selama kurun waktu tertentu.

Bagi putra daerah, dari program belajar tersebut diharapkan dapat memanfaatkan keahlian yang mereka peroleh.

Hal tersebut dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan memacu keinginan bekerja bagi tenaga kerja putra daerah.

Selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan pandangan masyarakat sekitar yang beranggapan bahwa pendirian PLTP Kamojang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekitar akan membawa negative dari segi lingkungan, sosial dan keamanan.

Keberadaan PLTP Kamojang di wilayah perbatasan antara Kecamatan Ibun (Kab.Bandung) dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) secara tidak langsung, telah mengakibatkan meningkatnya sarana dan prasarana masyarakat sekitar dan luar daerah.

Diantaranya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan jalan. Jumlah sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di wilayah sekitar pada masa sebelum pendirian PLTP (1974-1980) tidak sebanyak pada masa PLTP Kamojang didirikan.

Untuk jumlah puskesmas, pada kurun waktu 1974-1980, hanya terdapat 1buah puskesmas yang berada di dekitar wilayah PLTP Kamojang.

Jumlah dokter pada masa itu sangat sedikit yaitu 2 orang, itupun bertugas secara giliran.

Akan tetapi setelah PLTP Kamojang berdiri, mereka mendirikan beberapa tambahan puskesmas baik itu di daerah sekitar Kecamatan Ibun maupun diKecamata Samarang bahkan atas dasar timbal balik perusahaan kepada masyarakat pembuatan puskesmas pun dilakukan di luar daerah tersebut seperti pembuatan ke puskesmas di kota Garut maupun di pusat Kabupaten Bandung, selain pembuatan puskesmas mereka mendatangkan dokter dari kota.

Tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Kamojang pada masa sebelum pendirian PLTP Kamojang masih berada di bawah rata-rata, keadaan ini antara lain disebabkan terbatasnya keuangan (tingkat ekonomi rendah), tradisi turun-menurun yang tidak bisa mengenyam pendidikan, serta minimnya sarana pendidikan dan tenaga pengajar pada masa itu.

Seiring dengan berdirinya PLTP Kamojang serta makin berkembangnya teknologi di wilayah Kecamata Ibun (Kab.Bandung) maupun Kecamatan Samarang (Kab.Garut), masyarakat semakin sadar bahwa untuk mengembangkan daerahnya diperlukan individu-individu yang berkualitas.

Oleh sebab itu, pembangunan sarana bidang pendidikan terutama pendidikan dasar juga digalakan, misalnya dengan menbangunan sekolah-sekolah dasar (SD), SLTP, SLTA.

Muhammad Alfan Ardhani

Founder - CEO KampusPolines.blogspot.co.id. Mahasiswa Teknik Listrik di Polines. Anak Kampung yang Hijrah Ke Kota demi Masa Depan yang cerah

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan Kritik dan Saran yang membangun