Semakin berkembangnya industri akan menuntut
penyediaan energi yang besar terhadap suplai kebutuhan industri tersebut.
Pembangkit tenaga listrik merupakan
salah satu penyedia yang memiliki kontribusi yang sangat penting di antara
penunjang-penunjang energi lain.
Energi panas bumi merupakan sumber
energi alternatif pengganti sumber
energi fosil yang diperkirakan dapat
mengakibatkan kandungannya akan habis bila dikonsumsi terus-menerus karena energi
fosil tidak dapat diperbaharuhi.
Selain itu, biaya produksi energi panas
bumi lebih ekonomis jika dibandingkan dengan biaya produksi energi fosil
seperti minyak bumi dan batubara.
Potensi sumber daya energi panas bumi
di Kabupaten Bandung dapat dikatakan sangat melimpah karena secara geografis
struktur daerah Kabupaten Bandung dikelilingi oleh gunung api yang masih aktif.
Energi panas bumi yang ada di Kabupaten
Bandung, salah satunya berada di Kamojang.
Keberadaannya tidak dapat dipisahkan
dari peran kaum penjajah, terutama Pemerintah Hindia Belanda yang telah
meletakkan dasar berkembangnya pengeboran energi panas bumi tersebut.
Pengeboran panas bumi di Kamojang
sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sumber
energi panas bumi Kamojang merupakan sumber energi panas bumi yang pertama
diteliti di Indonesia.
Ide awal eksplorasi panas bumi di Kamojang
dicetuskan oleh seorang ilmuan dari Belanda yang bernama J.B. van Dijk pada
tahun 1918. Akan tetapi, usulan tersebut tidak langsung dilaksanakan, karena
banyak kendala dan pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda.
Pada 1925 ide untuk mengeksplorasi
sumber panas bumi di Kamojang dicetuskan kembali oleh N.J.M. Taverne setelah
melihat hasil-hasil yang nyata pemanfaatan panas bumi yang dikembangkan di
Italia dan di California (Djayadi, 1974:19).
Kemudian, pemerintah Hindia Belanda
merealisasikannya dengan membentuk perusahaan yang bernama The Netherland East Indies
Vulcanologycal Survey.
Perusahaan ini berhasil melakukan
pengeboran 5 sumur dari tahun 1925 sampai 1928.
Setelah pertengahan tahun 1928
pengoboran oleh The
Netherland East Indies Vulcanologycal Survey berhenti karena keadaan finansial
pemerintah kolonial Belanda tidak memadai untuk melakukan pengembangan
pengeboran lebih lanjut.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta
berkembangnya sektor Industri secara signifikan, menyebabkan kebutuha pasokan
listrik meningkat pula.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah
tersebut adalah mengadakan kerjasama dengan Selandia Baru yang tertuang dalam colombo plant pada tahun 1974.
Pengembangan PLTP kamojang dilakukan melalui
dua tahapan yaitu, tahap pertama adalah membangun PLTP unit satu yang
berkapasitas 30 MW diresmikan pada tahun 1983, Pada tahap kedua dan ketiga
membangun PLTP unit 2 dan unit 3 yang masing-masing berkapasitas 55 MW yang
diresmikan pada tahun 1988.
Beberapa alasan utama penulis melakukan
penelitian ini ialah karena PLTP Kamojang merupakan sumber energi panas bumi
pertama yang dikembangkan oleh pemerintah Hidia Belanda di Indonesia (The Netherland East Indies Vulcanologycal
Survey).
Hasil dari penelitian tersebut
merupakan cikal bakal terjunnya Pertamina dalam pengeboran di Kamojang.
Alasan lain ketertarikan penulis terhadap
penelitian ini karena panas bumi merupakan energi alternatif pengganti energi.
Masalah yang dibahas dalam penelitian
ini adalah perkembangan panas bumi di Kamojang.
Untuk memudahkan penulisan, ada
beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan tema yang dibahas.
Hal tersebut melahirkan sebuah perumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa
yang melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP)
Kamojang?
2.
Bagaimana
perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang (1974-1996)?
3.
Sejauh
mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam perkembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang?
4.
Bagaimana
peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang?
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
menghasilkan sebuah karya ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam
penulisan karya sejarah.
Selain itu, dapat menambah pengetahuan
penulis serta pembaca tentang bagaimana sejarah perkembangan pengeboran panas
bumi di Kamojang Kabupaten Bandung.
Penelitian ini juga bertujuan sebagai
salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk:
1.
Menjelaskan
apa melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP)
Kamojang.
2.
Menguraikan
perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi(PLTP) Kamojang (1974-1996).
3.
Mengetahui
sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam
perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang.
4.
Mengetahui
peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang.
Dalam setiap penelitian tentu menggunakan
metode yang merupakan prosedur umum dalam melakukan sebuah penelitian.
Penulis menggunakan metode sejarah
sebagai patokan dalam menulis suatu karya sejarah yang bersifat kronologis.
Metode sejarah terdiri dari beberapa
tahap yaitu tahap heuristik atau pengumpulan data, tahap kritik, tahap
interpretasi atau penafsiran, dan terakhir adalah tahapan historiografi (Herlina,
2008:15).
Pada masa sekarang ini, kajian mengenai
sejarah perindustrian semakin banyak diangkat untuk dikaji, salah satunya sejarah
perindustrian yang ditinjau dari masalah perusahaannya.
Namun memfokuskan kajian pada
permasalahan pengeboran panas bumi di Kamojang yang lebih terfokus pada masalah
mengenai faktor-faktor produksi yang bergerak didalamnya, belum ada yang
membahas.
Kurangnya pembahasan mengenai panas
bumi Kamojang bisa dilihat dari
tersedianya beberapa sumber yang
membahas tentang pengeboran panas bumi, namun belum ada yang benar-benar
terfokus pada permasalahan mengenai fakta produksi yang bergerak dalam
pengeboran panas bumi itu sendiri.
Dalam penulisan dan pembahasan skipsi
ini, penulis menggunakan sumber-sumber primer yang berupa koran-koran,
wawancara yang berkaitan dengan judul skripsi ini sebagai acuan utama dalam
penulisan.
Selain itu, penulis juga menggunakan
sumber-sumber yang berupa buku sebagai acuan utama dalam penulisan.
Corak atau model dari penelitian
sejarah tidak hanya memfokuskan pada
sejarah yang bersifat menceritakan
suatu kejadian atau peristiwa namun lebih kepada menerangkan suatu kejadian
atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga disebut sebagai analisis sejarah.
Langkah yang sangat penting dalam
membuat suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang mencakup
berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut.
(Kartodijrdo, 1993 : 2)
Kerangka pemikiran teoretis diperlukan
dalam suatu penulisan sejarah modern yang membutuhkan analisis untuk
menjelaskan stuktur suatu masalah.
Penulis juga menyadari pentingnya hal
tersebut oleh karena itu dalam sub bab kerangka pemikiran teoritis ini, penulis
menampilkan konsep mengenai perusahaan.
Menurut Pandojo dalam Pengantar Ekonomi Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan merupakan
suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang-barang
dan jasa-jasa untuk masyarakat dengan motif keuntungan (Pandojo, 1986: 3).
Selain bertujuan agar mendapatkan
keuntungan, perusahaan juga mempunyai tujuan lain seperti perkembangan,
pretise, servis, dan juga diterimanya lembaga perusahaan tersebut dalam
kehidupan.
Oleh karena itulah dalam pembuatan
suatu perusahaan harus diterima dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam pembentukan suatu perusahaan
diperlukan suatu sumber-sumber ekonomi diantaranya adalah : alam, manusia, modal,
ilmu pengetahuan, sosial dan budaya.
Sumber ekonomi biasa juga disebut
dengan faktor produksi yang secara
spesifik diantaranya meliputi : modal,
sumber produksi dan manajemen.
Organisasi penulisan skripsi ini
disusun secara kronologis dan sistematis
serta berdasarkan kepada syarat
penulisan yang diakronis.
Organisasi penulisan ini terdiri dari
empat bab pembahasan yang dikomposisikan dengan sub-bab pembahasan disetiap
babnya.
Pada bab pertama terdapat pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
metode penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran teoretis, dan
organisasi penulisan.
Bab pertama ini berguna sebagai
landasan awal untuk memahami substansi pada bab-bab berikutnya sekaligus sebagai
pengantar untuk memahami skripsi ini.
Bab II menguraikan letak geografis dan
penduduk sekitar Kamojang.
Bab III membahas mengenai berdirinya pembangkit
listrik tenaga panas bumi(1974-1983). Tahun 1974 merupakan awal
pengeksplorasian yang dilakukan pertamina, sedangkan tahun 1983 dijadikan sebagai
peresmian pembuatan PLTP yang berkapasitas 30 MW.
Uraian dari bab ini dibagi kedalam
sub-bab yang terdiri dari enam sub-bab yang meliputi eksplorasi, sumber
produksi, modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen.
Bab IV menjelaskan tentang perkembangan
produksi pembangkit listrik panas bumi di
Kamojang (1983-1996). Dalam bab ini diuraikan menjadi lima subbab yang
meliputi sumber produksi,modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen.
Tahun 1983 dijadikan awal untuk melanjutkan
pengembangan panas bumi di kamojang menjadi 110 MW, sedangkan tahun 1996
dijadikan akhir pembahasan dikarenakan adanya pengembangan perusahaan
dari bentuk awalnya menyatu dalam menajemen Pertamina secara keseluruhan
menjadi milik Perusahaan Listrik Negara.
Bab V menguraikan hasil analisis dan interpretasi
penulis terhadap pengeboran panas bumi di Kamojang dari tahun 1974 hingga 1996
yang dijelaskan dalam bab simpulan.
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis juga
mencantumkan daftar pustaka yang bertujuan untuk menguji dan membuktikan bahwa
sumber-sumber yang dicantumkan mempunyai keterkaitan dan mendukung dari
keakuratan data menjadi fakta sejarah.
Kamojang merupakan nama lain dari
Kampung Pangkalan. Pangkalan dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari
kata mojang cantik.
Konon katanya, di kawasan ini pernah
hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu tersohor di tatar Sunda.
Secara geografis wilayah PLTP Kamojang
terletak di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada
koordinat 07000’12’’–07006’57’’ Lintang Selatan (LS) dan
107031’35’’–107053’50’’ Bujur Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363
km2.
Secara administrasi pemerintahan,
kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua wilayah, yaitu Desa
Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa Randukurung, Kecamatan
Samarang (Kabupaten Garut).
Kebijakan pemerintah terhadap kawasan
Kamojang dibagi menjadi dua bagian pelaksana karena kawasan Kamojang terletak
di daerah perbatasan antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut.
Pemerintah Kabupaten Bandung berfungsi
sebagai fasilitator, dalam arti memberikan fasilitas yang dapat menciptakan
iklim yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan, seperti dalam hal
investasi di bidang pariwisata dan peningkatan kedatangan wisatawan.
Kebijakan pemerintah mengenai pajak pendapatan
wisata alam TWA Kawah Kamojang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak
mempunyai kebijakan secara langsung dalam pengelolaan dan pengembangan TWA
Kawah Kamojang karena secara administrasi blok pemanfaatan TWA Kawah Kamojang
berada di Kabupaten Bandung.
Hanya saja, Pemerintah Daerah Kebupaten
Garut mempunyai kebijakan secara tidak langsung dalam mendukung pengembangan TWA
Kawah Kamojang, yaitu dengan membangun sarana dan prasarana di jalur ke arah
TWA Kawah Kamojang seperti pembangunan hotel atau penginapan, oleh karena itu
orang-orang berpikiran bahwa daerah kamojang masuk ke dalam wilayah
administratif Garut serta didukung oleh akses jalan dan sarana transportasi
untuk menuju Kamojang lebih mudah dicapai melalui Garut.
Kebijakan terhadap pengembangan panas
bumi Kamojang terbagi menjadi dua yaitu, Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang
dan PT. Indonesia Power.
Kedua perusahaan tersebut tidak
mempunyai kewenangan dan kebijakan secara langsung berhubungan dengan pengembangan
dan pengelolaan TWA Kawah Kamojang karena pengelolaan wisata alam TWA Kawah
Kamojang diserahkan pengusahaannya kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten (KPH Bandung Selatan) dan pengelola kawasannya oleh BKSDA Jawa Barat
II.
Kawah Kamojang merupakan salah satu
dari empat sumber geothermal
yang sudah dieksploitasi di Jawa Barat.
Jika dilihat dari gunung Guntur,
Kamojang merupakan bagian dari suatu
kelompok gunung yang terdapat di tiga
daerah dataran tinggi.
Gagasan awal untuk membuka lapangan
panas bumi di
Kamojang dikemukakan oleh J.B. van Dijk
kepada Pemerintahan Hindia Belanda
pada 1918.
Usulan J.B. van Dijk itu tidak langsung
dilaksanakan, karena banyak
kalangan yang meragukan keberhasilan
proyek tersebut.
Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh B.G. Escher.
Menurut pendapat B.G. Escher, letak
gunung api sangat jauh dari pusat
perkotaan atau industri, letak gunung api yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi panas bumi,
Pada tahun 1925 N.J.M. Taverne
mengemukakan saran-saran baru untuk
pendayagunaan kekuatan volkanik. Hal
ini didasarkan atas hasil-hasil yang nyata di
Italia dan di California.
Pengeboranpun mulai dilakukan pada
tahun 1925 sampai 1928 dengan melakukan pengeboran
sebanyak 5 sumur, akan tetapi hanya
sumur 3 yang menghasilkan panas bumi
dan dapat dimanfaatkan.
Akan tetapi pengeboran sumur tersebut berhenti
dilakukan oleh pemerintah Belanda
dikarenakan pada saat itu pemerintah
Belanda sedang terkena krisis ekonomi yang diakibatkan
perang dan korupsi.
Penelitianpun dilanjutkan kembali pada
tahun 1971 sampai tahun 1978, kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan Pemerintah Selandia Baru, mengadakan proyek kerjasama penelitian studi
kelayakan potensi panas bumi di Indonesia.
Kerjasama tersebut tertuang dalam Colombo Plan Technical Aidprogram
yang di lakukan oleh Selandia Baru Geothermal Project dan Geological survey of Indonesia (GSI).
Salah satu daerah penelitiannya adalah kawasan
panas bumi Kamojang. Tidak hanya mengirimkan para ahli geothermal saja,
pemerintah Selandia Baru pun memberikan dana yang diperlukan untuk melakukan
eksplorasi ini.
Pemerintah Selandia Baru memberikan 24
juta dolar dari 34 juta dolar yang diperlukan, sedangkan untuk sisanya sebanyak
10 juta dolar didapat dari pemerintah Indonesia.
Dana itu dipakai untuk pengeboran 5 sumur
penyidikan, 10 sumur produksi dan membangun 1 stasiun monoblok dengan kapasitas
0,5 MW, yang diresmikan oleh Mentri Enegi Prof. Dr. Subroto pada tanggal 27
November 1978.
Monoblok inilah yang dijadikan langkah
untuk pengembangan pemanfaatan panas bumi untuk selanjutnya.
Seiring dengan perkembangan penelitian
panas bumi maka pemerintah menunjuk Pertamina untuk melakukan eksploitasi dan
eksplorasi panas bumi.
Dalam hal ini Pertamina membentuk
Divisi Geothermal berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20
Maret 1974 meskipun dengan wilayah kerja yang masih terbatas yaitu pulau Jawa
saja.
Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan
Selandia Baru selesai, maka penelitian dan pengembangan potensi panas bumi di
kamojang dilakukan oleh Pertamina.
Tahap pertama Pertamina melakukan
pengeboran sumur untuk pemenuhan suplai panas bumi, sehingga akhirnya
menggerakkan seluruh komponen yang berada di stasiun Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi sampai menghasilkan listrik.
Pangeboran pertama dilakukan pada tahun
1976 dengan melakukan pengeboran sumur Kamojang 11, pengeboranpun dilakukan
terus sampai akhirnya setelah melakukan 10 pengeboran sumur dan dirasakan cukup
untuk suplai uap maka pemerintah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
di Kamojang yang menghabiskan Rp. 17,47 milyar itu tanggal 29 Januari 1983,
sementara biaya dalam pendistribusiannya Pertamina membangunan power plant, jaringan transmisi dan semua gardu
induk sebesar Rp.11.251.558.000,00. Ke daerah sekitar Kabupaten Bandung dan
Garut.
Pengeboranpun terus dilanjutkan untuk perkembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang, yang mana perencanaanya itu
akan dibangun unit II dan III yang berkapasitas masing-masing 55 MW dan
diresmikan pada tahun 1988 oleh Presiden Soeharto, biaya dikeluarkan dalam pengeboran
satu sumur eksplorasi dan sumur produksi masing-masing sebesar $ 2,540.000 dan
US $ 1,400.000.
Dalam kurun waktu tahun 1974-1992 telah
berhasil melakukan pengeboran 52 sumur yang mana sumur yang menghasilkan uap
disambungkan ke setiap masing-masing stasiun PLTP.
Kehadiran industri besar PLTP Kamojang
di perbatasan kecamatan Ibun Kab.Bandung dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut)
1974, telah mengakibatkan munculnya berbagai dampak terhadap kehidupan
masyarakat.
Dampak yang disebabkan oleh keberadaan
PLTP tersebut ada yang positif maupun negatif.
Oleh sebab itu, peran serta masyarakat
dibutuhkan untuk mengontrol jalannya usaha pengeboran tersebut.
Sebagai suatu perusahaan industri besar,
kehadiran PLTP Kamojang telah menyebabkan pesatnya angka pertumbuhan bagi
tenaga pencari kerja untuk wilayah kedua kecamatan tersebut dan sekitarnya.
Pada awalnya, perekrutan pekerja PLTP
Kamojang mengambil tenaga kerjanya berasal dari luar daerah sekitar. Hal ini
disebabkan orang-orang daerah setempat tidak mempunyai keahlian dalam teknologi
panas bumi.
Bahkan PLTP Kamojang mendatangkan tenaga-tenaga
ahli dari luar negeri untuk menduduki posisi yang penting. Setelah mencapai
tahap perkembangan PLTP Kamojang, mereka memberi kesempatan luas bagi tenaga
kerja putra daerah, yang ingin bekerja di PLTP Kamojang.
Akan tetapi hal tersebut disesuaikan
dengan tingkat pendidikan dan pengalaman si pencari kerja serta lowongan
pekerjaan yang tersedia.Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kecemburuan
sosial di daerah tersebut.
Khusus untuk tenaga kerja asing, PLTP
Kamojang sejak dini telah berusaha meminimalisasikan jumlah dan memproritaskan
tenaga-tenaga kerja yang berasal dari Indonesia.
Usaha untuk mengatasi masalah tenaga pencari
kerja putra daerah yang belum ditempatkan, PLTP Kamojang dibawah Pertamina
antara lain mengutamakan mereka untuk belajar ke luar daerah selama kurun waktu
tertentu.
Bagi putra daerah, dari program belajar
tersebut diharapkan dapat memanfaatkan keahlian yang mereka peroleh.
Hal tersebut dimaksudkan antara lain
untuk meningkatkan kualitas pendidikan memacu keinginan bekerja bagi tenaga
kerja putra daerah.
Selain itu, juga dimaksudkan untuk
menghilangkan pandangan masyarakat sekitar yang beranggapan bahwa pendirian
PLTP Kamojang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekitar akan membawa
negative dari segi lingkungan, sosial dan keamanan.
Keberadaan PLTP Kamojang di wilayah
perbatasan antara Kecamatan Ibun (Kab.Bandung) dan Kecamatan Samarang
(Kab.Garut) secara tidak langsung, telah mengakibatkan meningkatnya sarana dan
prasarana masyarakat sekitar dan luar daerah.
Diantaranya dalam bidang kesehatan,
pendidikan dan pembangunan jalan. Jumlah sarana dan prasarana kesehatan
masyarakat di wilayah sekitar pada masa sebelum pendirian PLTP (1974-1980)
tidak sebanyak pada masa PLTP Kamojang didirikan.
Untuk jumlah puskesmas, pada kurun
waktu 1974-1980, hanya terdapat 1buah puskesmas yang berada di dekitar wilayah
PLTP Kamojang.
Jumlah dokter pada masa itu sangat
sedikit yaitu 2 orang, itupun bertugas secara giliran.
Akan tetapi setelah PLTP Kamojang
berdiri, mereka mendirikan beberapa tambahan puskesmas baik itu di daerah
sekitar Kecamatan Ibun maupun diKecamata Samarang bahkan atas dasar timbal
balik perusahaan kepada masyarakat pembuatan puskesmas pun dilakukan di luar
daerah tersebut seperti pembuatan ke puskesmas di kota Garut maupun di pusat
Kabupaten Bandung, selain pembuatan puskesmas mereka mendatangkan dokter dari
kota.
Tingkat pendidikan mayoritas masyarakat
Kamojang pada masa sebelum pendirian PLTP Kamojang masih berada di bawah
rata-rata, keadaan ini antara lain disebabkan terbatasnya keuangan (tingkat
ekonomi rendah), tradisi turun-menurun yang tidak bisa mengenyam pendidikan, serta
minimnya sarana pendidikan dan tenaga pengajar pada masa itu.
Seiring dengan berdirinya PLTP Kamojang
serta makin berkembangnya teknologi di wilayah Kecamata Ibun (Kab.Bandung)
maupun Kecamatan Samarang (Kab.Garut), masyarakat semakin sadar bahwa untuk
mengembangkan daerahnya diperlukan individu-individu yang berkualitas.
Oleh sebab itu, pembangunan sarana
bidang pendidikan terutama pendidikan dasar juga digalakan, misalnya dengan
menbangunan sekolah-sekolah dasar (SD), SLTP, SLTA.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan Kritik dan Saran yang membangun